Rabu, 07 Juli 2010

Sastra Lisan Dan Sastra Tulisan

Sastra Lisan Dan Sastra Tulisan

Dalam khazanah kesusastraan Indonesia terdapat dua penggolongan besar sasta, yaitu sastra lisan dan sastra tulisan.
Baik sastra lisan maupun sastra tulisan mempunyai peranan penting dalam sejarah perkembangan kesusastraan indonesia.

a. Sastra Lisan
Dalam khazanah kesusastraan Melayu kuno tradisi sastra lisan baik syair maupun prosa merupakan kekhasan corak tersendiri yang memiliki relasi lajur sejarah yang cukup panjang. Satu pengaruh tradisi cina yang masuk melalui jalur perdagangan kemudian pengaruh India atau Hindu-Budha yang saat itu merupakan agama yang dianut sebagian besar kerajaan-kerajaan di Indinesia. Ditambah dengan sumbangan kebudayaan Arab-Islam yang dibawa oleh para musafir. Ketiga tradisi yang berbeda-beda tersebut tentunya sangat mewarnai sejarah perkembangan sastra di Indomesia khususnya sastra lisan.

Dalam perjalanannya sastra lisan menemukan tempat dan bentuknya masing-masing di tiap-tiap daerah pada ruang etnik dan suku yang mengusung flok budaya dan adat yang berbeda-beda. Heddy Shri Ahimsya-Putra (1966) mengatakan bahwa sebagai suatu bentuk ekspresi budaya masyarakat pemiliknya, sastra lisan tidak hanya mengandung unsur keindahan (estetik) tetapi juga mengandung berbagai informasi nilai-nilai kebudayaan tradisi yang bersangkutan. Oleh karenanya, sebagai salah satu data budaya sastra lisan dapat dianggap sebagai pintu untuk memahami salah satu atau mungkin keseluruhan unsur kebudayaan yang bersangkutan.

Sastra lisan telah bertahan cukup lama dalam mengiringi sejarah bangsa Indonesia dan menjadi semacam ekspresi estetik tiap-tiap daerah dan suku yang tersebar di seluruh nusantara.
Namun, seiring dengan perkembangan zaman, dalam khazanah kesusastraan modern Indonesia baik dalam ekspresi proses verbal kesastrawanan maupun dalam kajian, sastra tulisan lebih mendimonasi. Hal ini mulai berkembang ketika muncul anggapan bahwa sastra tulis mempunyai nilai yang lebih tinggi dibanding sastra lisan dalam konteks pembangunan kepribadian bangsa yang lebih maju. Ditambah lagi oleh arus modernisasi yang masuk dan membawa corak kebudayaan baru, maka posisi sastra lisan dalam masyarakat mulai pudar bahkan hampir dilupakan.

b. Sastra Tulisan
Sastra tulisan (written literature)yaitu sastra yang menggunakan media tulisan atau literal. Menurut Sulastin Sutrisno (1985) awal sejarah sastra tulis melayu bisa dirunut sejak abad ke-7 M. Berdasarkan penemuan prasasti bertuliskan huruf Pallawa peninggalan kerajaan Sriwijawa di Kedukan Bukit (683) Talang Tuo (684) Kota Kapur (686) dan Karang Berahi (686). Walaupun tulisan pada prasasti-prasati tersebut masih pendek-pendek, tetapi prasasti-prasasti yang merupakan benda peninggalan sejarah itu dapat disebut sebagai cikal bakal lahirnya tradisi menulis atau sebuah bahasa yang dituangkan dalam bentuk tulisan.

Sastra tulis dianggap sebagai ciri sastra modern karena bahasa tulisan dianggap sebagai refleksi peradaban masyarakat yang lebih maju. Menurut Ayu Sutarto (2004) dan Daniel Dakhidae (1996) tradisi sastra lisan menjadi penghambat bagi kemajuan bangsa. Maka, tradisi lisan harus diubah menjadi tradisi menulis. Karena budaya tulis-menulis selalu identik dengan kemajuan peradaban keilmuan. Pendapat ini mungkin tidak keliru. Tapi, bukan berarti kita dengan begitu saja mengabaikan atau bahkan meninggalkan tradisi sastra lisan yang sudah mengakar dan menjadi identitas kultural masing-masing suku dan daerah di seluruh kepulauan Indonesia.

Pada akhirnya, proses pergeseran dari tradisi sastra lisan menuju sastra tulisan tidak dapat dihindari. Karena sadar atau tidak, bagaimanapun proses pertumbuhan sastra akan mengarah dan berusaha menemukan bentuk yang kebih maju dan lebih sempurna sebagaimana terjadi pada bidang yang lainnya. Karena proses perubahan seperti ini merupakan sebuah keniscayaan terutama dalam struktur masyarakat yang dinamis.

Belum ditemukan data yang pasti, yang menunjukan kapan tepatnya tradisi sastra tulis dimulai. Sastra tulis yang tercarat dalam sejarah kesusastraan Indonesia mungkin bisa dikatakan dimulai sejak sebelum abad ke-20, yaitu pada periode Pujangga Lama. Dan, kemudian mulai menunjukan wujudnya yang lebih nyata pada periode Balai Pustaka yang bisa disebut sebagai tonggak perkembangan sejarah kesusastraan modern Indonesia. Dimana dengan lahirnya penerbit pertama di Indonesia ini, bidang kesusastraan mulai dikembangkan secara lebih terorganisir. Dan, pada periode berikutnya, terus berkembang secara lebih luas.

c. Kedudukan Sastra Lisan dan Sastra Tulisan
Sejatinya baik sastra lisan maupun tulisan masing-masing mempunyai kedudukan yang sama-sama penting dalam perkembangan sastra di Indonesia. Walaupun pada kenyataannya sastra lisan sering kali dianggap sudah tidak relevan lagi dengan perkembanfan zaman. Tapi, seperti yang sudah disinggung sebelumnya bahwa sastra lisan mempunyai akar yang berkaitan erat dengan sejarah bangsa Indonedia baik aspek sosio-kultural, moral, religi hingga aspek politik.
Jadi, pada dasarnya dua bentuk sastra ini tidak bisa dipisahkan satu sama lain sebagaimana dalam konsepsi A. Theeuw (1983) bahwa dari segi sejarah maupun tipologi adalah tidak baik jika dilakukan pemisahan antara sastra lisan dan sastra tulis. Keduanya harus dipandang sebagai kesatuan dan keseluruhan sehingga tidak boleh lebih mengutamakan satu dari pada yang lain. Sebaliknya, dua jenis karya sastra ini seyogianya saling mendukung dan melengkapi untuk lebih memperkaya khazanah kesusastraan bangsa. Karena pada hakikatnya sastra lisan merupakan sumber utama bagi penciptaan sastra tulisan sebagaimana sastra lama merupakan penunjang lahirnya sastra modern.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar